Seorang Diri Membeku
Saat kau
tinggalkan luka dalam kerinduanku, aku hanya mampu melemparkan angan untuk
tetap tersenyum. Meskinya saat itu aku mampu membaca setiap yang ada pada
hatimu hingga aku mampu menghaturkan apa yang kau inginkan. Namun, justru aku tak
secerdas yang kau bayangkan, yang mampu menyajikan apapun yang kau harapkan.
Saat ini
aku tersudut seorang diri, memilin angin yang mulai tak beraturan. Mungkin saat ini aku hanyalah kenangan bagi
sgelintir orang. Tapi biarlah aku selalu mengeja senyum yang hingga saat ini
aku tak bisa memiliki. Terlalu indah melewatkan setiap gelisah yang hadir,
setiap rindu yang mengetuk-ngetuk temaram senja dan setiap cinta yang mengalir
di entakan napas.
Rindu hingga
saat ini tak akan pernah berubah, ia tetaplah rindu bermaknakan keingingan hati
untuk bertemu. Meski tak terungkap lewat perkataan yang melenakan tapi ia tak
pernah salah sasaran. Seperti janji pohon yang setia selamanya meneduhi alam. Dan
aku tak pernah ingin berhenti mencintai segelintir orang meski kau tlah jauh
melangkahkan kaki meninggalkanku.
Sebagai
tanda, betapa rindu menggigil-menyebut namamu. Pada malam yang jengah,
memangkul bara meniupkan kata-kata cinta, untukmu. Meski kau termangu diam terantuk
sapa yang tercekat di ujung pagi. Aku tak pernah gentar untuk membuatmu
tersenyum bahagia. Tapi.. lagi-lagi aku harus terenyuh melihat sikapmu yang
acuh.
Seharusnya
pada sore itu aku menjadi patung yang terdiam, tak bergeming dan tak membantah
sepatah kata apapun yang kau lontarkan. Namun, sayang dan cinta ini selalu
bersaut-sautan mempengaruhiku untuk mengungkapkan betapa besarnya dirimu
mengusaiku. Namun, jika aku berdiam diri mungkin akhir dari cinta ini akan anti
klimaks. Tidak mempunyai makna apapun di penghujung senja.
Ku akui
selama kita bersama kau selalu menghadirkan getar-getar indah yang kuiba
menjadi bahagia. Meski cintamu adalah fatamorgana tapi rinduku selalu mempunyai
makna. Satu tatapan tercipta memagutku
diam di pelukan cinta fatamorganamu. Ah, aku masih saja membelakangi indahnya
cinta pada orang lain yang terhalang oleh lenturnya rayuanmu. Tapi tak mengapa,
sedikitpun aku tak kecewa meski hati musnah terbakar api kecewa.
Jejak itu akan ada disana, dalam keindahan dan kepahitan, dalam kehilangan dan keberadaan, dalam rindu yg menjelma menjadi butiran kristal yg berguguran sepanjang perjalananmu ^_^
BalasHapushehehehe bisa ajah.... jejak yang hilang di sapu gerimis yang ritmis.....
BalasHapusmantafff jga ya... :)
BalasHapusapanya tuh yang mantap..?? hehehehe
BalasHapus