Seperti malam ini, aku berusaha mencari keheningan itu di tengah kehingaran. Sulit memang, karena bintang gemintang yang mestinya menjadi indah, kini sinarnya dibajak oleh lampu-lampu kota yang makin brengsek. Tapi aku paksakan menikmatinya, duduk termenung, mendongak keatas, dan aku tahu; bintang itu mengajakku berbicara tentang kebimbangan yang kini kudera. Yah, paling tidak, aku bisa sedikit berkompromi dengan segenap perasaanku untuk menghilangkan kekalutan yang kurasakan.
Oh, sungguh sesuatu yang dilematis. Yah, ketika dihadapan kita ada hal-hal yang harus kita pilih sementara kita belum siap untuk memilih dan kita harus memilih diantara hal itu, sungguh membingungkan. Apalagi ini berkaitan dengan masa depanku, dan perasanku selama ini oh, sungguh dilematis!
Arini, mantanku ini benar-benar telah membuatku kelimpungan. Benar-benar membingungkan, dan menggiringku pada situasi yang sangat tak karuan. Dia mempertanyakan cintaku, sementara dia sudah punya cowok lain. Yah, bisa dibilang dia orangnya ego dan terlau sering menyederhanakan persoalan. Aku malah bertanya, dia menganggap seorang laki-laki itu apa? Sesuatu yang bisa dipermainkan? Atau, Apakah dia tahu cinta itu apa? Perasaan itu apa?, dan semuanya tidak bisa dipermainkan!. Dia mau bilang kalau dia masih sayang sama aku, lantas, cowok yang sekarang menjadi pacarnya itu mau dikemanakan? Apa karena ketika aku bilang aku masih sayang padanya, dia mau memutuskan jalinan cintanya pada cowok yang selama ini menemaninya itu? Huh…benar-benar! Membingungkan Arini ini. Sementara, aku juga belum tahu apa yang aku rasakan dan apa yang aku inginkan padanya. Yah….!
“kamu kenapa, blai …?”
aku kaget dengan suara itu. Dan yang lebih membuatku kaget, Anni sudah duduk bersamaku. Sementara, mataku masih menerawang jauh ke atas sana…
“tentang Arini, ya?…”
“kamu sih maksa, kan udah aku bilang, semua cewek itu sama kecuali aku, ibuku, dan ibumu… hehe!” ucap Anni menghiburku…
“kamu apa-apaan sih?…” jawabku singkat. Biasanya, pada kondisi seperti ini, Anni paling ngerti apa yang sedang aku alami. Karena dia sahabat yang paling mengerti aku, paling paham akan sikap dan sifatku, dan paling bisa membuatku sejenak lupa akan kekalutan ini. Heh…aku hembuskan nafas panjang
“aku bingung, An…kalau kamu berada dalam kebingungan untuk menentukan pilihan dan itu harus kau lakukan, apa yang akan kau lakukan?”
“menurutku, sih, cukup mudah. Kita pilih sesuatu yang terbaik buat kita, bukan yang kita senangi. Karena apa yang kita senangi, belum tentu yang terbaik buat kita. Dan sebaliknya. kalau yang terbaik, kita akan merasa bahagia, tapi yang menyenangkan belum tentu…”
Heh…lagi-lagi aku mendesah mendengar jawabannya…
“…orang yang baik itu, bukan yang tidak pernah marah dan tidak pernah memukul, dan bukan pula orang yang selalu tersenyum. Tapi orang yang baik itu, memukul disaat yang tepat, marah disaat yang tepat, dan semuanya serba tepat…” Anni menambahkan…
Aku semakin bingung dengan semua ini, entah Arini itu sebenarnya cinta atau hanya kasihan terhadapku. Setiap hari dia hanya bilang kalau dia sayang terhadapku dan setiap kali pula dia mengabaikanku.
“aku dalam dilema ketidak pastian”
###
Tak pernah ada yang tahu bahwa bumi yang kita pijak ini diam. Konstan, tak pernah melakukan gerakan apapun. Tidak berputar, berotasi, berevolusi, atau gerakan-gerakan lainnya. Dan, apakah kalian juga tahu itu? Sepertinya tidak. Hanya aku saja yang menyadari hal itu. Kelak, suatu saat nanti aku akan mengumumkan pada dunia tentang hal ini.
Ku rasa bintang yang selalu menemaniku pada malam hari itu dapat merubah kegalauan yang berada dalam benakku. Terbukti, saat ini hanya merekalah yang dapat meredam segala keluh kesah dan masalah yang berada di hidupku saat ini….
“sampai kapan kamu hanya akan bertopang daku menatap bintang ?”
Aku menoleh kebelakang.mencari wajah yang telah memamerkan suaranya pada lamunanku tentang bintang, ku dapati Arini sudah berdiri di belakangku. Ah kenapa dia harus mengganggu perbincanganku dengan bintang.
“sampai ku dapati jawaban tentang kegalauan hatiku terhadapmu” jawab ku sambil ku dongakkan lagi kepalaku untuk menatap bintang.
“maksud kamu?” Tanya Arini tak mengerti. Tapi pertanyaan itu tak harus aku jawab, sebab, Arini sudah terlalu cerdas untuk mengerti semua kebimbanganku terhadapnya.
“yah.. aku mengerti apa yang kamu rasakan saat ini, dan aku sadar akan hal itu, mungkin sangat berat bagimu untuk menerima keadaanku seperti saat ini. Tapi aku tidak pernah lelah untuk selalu mencintaimu dan berharap cintamu kembali untukku. Tapi…” suara Arini berhenti di kerongkongan.
“tapi apa? Tapi, karna kamu masih sama Ajid gitu? Kamu ga’ adil Arin, aku di sini selalu kamu minta untuk menunggu, dan menunggu. Sementara kamu asyik-asyikan dengan orang lain. Aku sakit setiap kali melihat kamu bersamanya. Dan semua itu tidak pernah aku katakan terhadap kamu karna aku tidak ingin kamu terluka barang sedikitpun.” Pandanganku sudah mulai nanar suarakupun sudah agak serak karna menahan emosi.
“aku tau Leo, kamu sudah aku sakitin, dan aku sadar aku tidak pantas hidup bersamamu lagi. Tapi, apa aku salah jika aku berharap kamu tetap mencintaiku?”
Arini mengiba dengan tatapan kosong.
“jangan kamu bilang cinta padaku, sementara kamu bersama orang lain. Aku sudah bosan dengan ucapan cintamu itu. Jika kemarin aku masih bisa bersamamu, itu karna aku masih berharap penuh padamu. Tapi maaf kali ini relung hatiku sudah tidak ada lagi ruang untuk menampung ucapan cintamu itu.” Entah kenapa kata-kata pedas itu menghujam dengan lancarnya.
Lama aku dan Arini terdiam. Dan kemudian aku mendongakkan wajah dan berharap penuh pada bintang-bintang untuk dapat menegarkan hatiku. Sementara Arini hanya menatap kedepan. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Namun, dari raut wajahnya aku bisa menebak bahwa dia dalam dilema yang sangat berat. Dilema karna keegoisan yang selalu dia manjakan sehingga tertanam dalam dirinya.
###
Tak perlu mengubah suatu doktrin yang selalu kita yakini. Aku duduk di depan rumah, kembali menghadap malam panjang. Tersungkur menikmati kelamnya bintang. Bintang malam ini begitu tenang, tapi hatiku terlalu kelam untuk mengakui semua itu. Rasanya bintang tak pernah mau diam, dia selalu bergerak. Kali ini dia terus saja menari-nari ke sana kemari, mebuatku semakin sulit menghitung jumlah mereka. Kembali, kuawali hitunganku. Satu, dua, tiga, empat…
kini aku tak akan pernah berbalik, untuk mencari seraut wajahnya. Aku terus berhitung, menunjuk hamparan bintang dengan telunjuk ku satu-satu. Bila dulu lembaga inkusisi gereja katolik pernah menyerah pada Galileo yang menyebutkan bahwa bumi berputar pada porosnya, mengitari matahari dan bintang yang lainya, aku tidak. Aku tetap pada dokterinku bahwa bumi ini diam, tak pernah melakukan gerakan apapun. Suatu hari nanti aku akan buktikan pada dunia mengenai hal ini.***
Oleh :jefri
Hiks hiks hiks ceritanya sangat mengharukan.
BalasHapushahahaha... pret :-)
BalasHapuslike this.... (y)
BalasHapus