Seperti biasa aku yang harus melumat malam bersama dentang waktu yang terus bergulir. Masih disini dengan imaji yang tak kunjung menjadi puisi yang berarti. Melewati dinginnya malam dengan gigil yang dikit demi sedikit hinggap di bulu kudukku. Dan aku masih saja dengan imajiku tentangmu yang tak kunjung menjadi puisi yang berarti.
Menjejak tegas mengukir mimpi, mimpi yang entah sampai kapan penghujungnya. Ku tahu tidurku sudah mulai keterlaluan, hingga paradigma yang seharusnya ku gunakan untuk menerka kini tak lagi ku gunakan. Yah, memang sedikit egois bila ku paksakan untuk mewujudkan mimpi itu, namun biarlah, toh, bukankah hidup itu berawal dari mimpi?. Maka, biarkanlah aku dengan imajiku mengukir tentangmu.
Namun, malam ini ku masih tak bisa menerjemahkan arti senyuman yang kau suguhkan. Hingga malam yang menghadirkan gurat kesunyian, hati dan perasaan ini masih tak mampu memberi jawaban tentang tawa yang kau titipkan di balik gigil yang mendekap. Lalu dengan apa aku harus meyakinkan jiwaku?.
Duhai angin pengembara dan burung duta suara, tolong sampaikan rasa yang tak sempat di sampaikan malam pada kesunyian, tentang jiwa yang tak sempat di terjemahkan oleh gigilnya malam kala itu. Dan tentang rasa yang sedikit menjadi imaji namun, tak kunjung menjadi puisi tau bahkan menjadi ilusi.
Sedikit salam untukmu, sayang… mengertikah kau dengan aksara rindu yang kutitipkan melalui udara. Dan sedikit salam untukmu, sayang… hadirkanlah diriku walau hanya sekedar dalam mimpimu. Karna ku tahu kau adalah bayang yang sulit menjadi nyata dalam duniaku. Kau terlalu indah. Dan aku terlalu rendah. Maka, kau adalah imaji yang tak kunjung menjadi puisi atau bahkan ilusi yang akan menjadikanku adiksi dari sedikit rasa sepi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih kunjungannya :)