Senin, 12 Juli 2010

Sedikit Curhatanku Pada Malam

Jiwaku menyanyikan banyak hal wahai saudaraku. Tentang rintihan hati yang semakin hari semakin membisu. Tentang sebuah asa yang gugur perlahan di musim kemarau. Dan tentang kau yang hanya menjadi bayang-bayang yang menghantuiku. Entahlah sampai kapan asaku tentangmu akan bertahan dalam langkah yang gontai tak berpijak.

Ketika malam telah datang dan lelap mulai membentangkan selubungnya ke atas muka bumi, aku justru makin membelalakkan mata dengan harapan sedikit rindumu hinggap di malamku. Mungkin juga kau tak pernah merasa bahwa jauh sebelum kau tatap matahari jiwa ini selalu bergemuruh untuk menyapamu pada lengkingan adzan yang berkumandang. Sayup-sayup ku kirimimu salam lewat pesan singkatku.

Kasih, mungkin bagimu aku hanyalah mimpi yang hadirnya hanya kebetulan saja. Tapi tidak bagiku, bagiku kau adalah bayanganku yang selalu membuntutiku kemana aku pergi. Namun, biarlah aku kau anggap sebagai bunga tidurmu, setidaknya aku tahu bahwa aku ada di jiwamu walau hanya sekedar di alam mimpimu, mimpi yang adanya hanyalah karna kebetulan saja. Ironis di balik mimpi mungkin.

Kasih, ingin sekali ku cadari jiwaku lantaran aku malu dengan kelemahanku dengan rasa ini. Di setiap dentang waktu yang menyisahkan gurat sepi aku selalu mempertanyakan hati ini; “apakah aku pantas selalu bersama dengan kecantikan dan keelokanmu”. Entahlah..! tak bisa ku terjemahkan tutur lenturmu di kejap malam yang indah dengan bintangnya.

Pernah suatu ketika ku haturkan tentang hidupku yang mungkin hanya sederhana saja. Kehidupan yang jauh dari kemewahan. Dan jujur itulah sendi-sendi kehidupan yang aku punya. Hanya apa adanya tanpa ada apanya. Dan itulah kehidupanku yang ku ceritakan pada waktu yang hingga kini tak mau berhenti berjalan.

Ku pejamkan mata dan kemudian ku dengarkan kata-kata yang baru saja ku ceritakan pada senyummu. Setelah ku buka mata hanya deburan sunyi yang entah di mana keramaian berada. Lantas, dimanakah jawaban dari pertanyaan yang ku labuhkan seketika?. Lemasku ketika jawabmu tak kunjung menentu. Hingga ku harus menegarkan dengan kelembutan embun kala pagi tiba. dan jujur, aku masih melihat senyummu di balik awan tak berhujan.

Yah, selalu pada malam yang tak berbintang, aku hanya mampu menyusun rangkaian kata dalam bait-bait doa. Doa yang aku harapkan menggetarkan jiwanya walau hanya sedikit saja. Bukan ku mendukuninya dengan jampe-jampe dan kemenyan yang membumbung tinggi. Tapi munajat rasa yang ku yakin ada jawabnya di penghujung hari. Yah, walau saat ini aku masih di penuhi dengan ketidak pastian. Namun, bukankah hidup itu memang benar-benar tidak ada yang pasti? Dan bukankah kita berawal dari mimpi? Dan, takdirlah penghujungnya.

Konon kau pernah nyatakan bahwa antara kita tak pernah dapat di terjemahkan sajak-sajak yang tak pernah bisa kau mengerti. Namun, biarlah, toh aku hanya mimpimu yang akan datang hanya semalam dan itupun hanya kebetulan adanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih kunjungannya :)