Israel sang negara teroris sekali lagi membantai muslim di Gaza, padahal pejabat Israel telah membocorkan informasi tentang akan adanya serangan sejak dua minggu lalu dimana tidak akan ada siapapun yang selamat. Bahkan pejabat Israel juga menyebutkan bahwa Israel menunggu cuaca yang baik agar bisa membantai dengan baik. Pada Sabtu pagi tanggal 27 Desember di tengah hiruk pikuk kesibukan, pembantaian di mulai.
Gelombang serangan pertama terjadi secara terkoordinasi dalam tempo 3 menit dengan melibatkan 60 jet F-16 menyerang 50 titik target infrastruktur Gaza yang masih tersisa. Gelombang kedua menghancurkan markas HAMAS (perlu diingat bahwa markas tersebut terletak di tengah populasi warga sipil). Dalam satu jam serangan pertama, 155 korban tewas dan jenazah korban terus berdatangan dan memenuhi rumah sakit.
Dengan terbenamnya matahari di Gaza, Israel akan meneruskan serangannya sepanjang malam. Dengan laju serangan seperti ini, Israel akan segera kehabisan target dan Gaza pun akan jatuh. Tank-tank Israel sudah disiagakan dan mengepung Gaza, dan bersiap untuk memasukinya. Pejabat Israel berulang kali mengatakan bahwa serangan ini hanyalah pembukaan, yang dikonfirmasi oleh pernyataan Menteri Pertahanan Israel,’ saat untuk menyerang Gaza telah tiba dan operasi ini tidak akan berlangsung sebentar, operasi akan jauh lebih dalam dan luas apabila diperlukan.”
Israel membenarkan aksinya sebagai tanggapan terhadap tingkat serangan roket terhadap wilayahnya yang diluncurkan dari Gaza. Menlu Israel Tzipi Livni membela serangan udara ini dengan berkata dalam siaran TV,” Israel tidak punya pilihan. Kami melakukan apa yang kami harus lakukan untuk melindungi warga kami.” Israel menuduh HAMAS, yang memenangkan pemilu 18 bulan lalu dan didukung oleh Iran, sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap serangan roket ini.
Israel memang selalu mengkambinghitamkan HAMAS sebagai kelompok Islam radikal yang bertujuan menghapus Israel, padahal Israel telah memblokade Gaza sejak lama. Secara rutin, Israel menutup jalur penyeberangan perbatasan menuju Gaza, yang berakibat pada kelaparan massal. Dalam sebulan terakhir, penyeberangan menuju ke Gaza dibuka selama 5 hari saja. Perwakilan PBB untuk Gaza menggambarkan situasi yang menyedihkan sebagai berikut,” Tiap hari adalah perjuangan untuk tetap bertahan hidup. Warga benar-benar kelaparan. Semua serba kekurangan, termasuk makanan yang sempat habis selama dua hari, dan fakta yang semakin memburuk yang bisa berakhir kepada kepahitan… kami berusaha keras mencari alasan untuk memiliki harapan yang realistis.”
Politik
Tanggapan dunia pun sudah bisa diduga. Israel tetap menjadi anak favorit bagi Barat. PM Inggris Gordon Brown dalam wawancara dengan BBC mengatakan bahwa ia ’sangat prihatin’ dan mengatakan bahwa milisi Palestina harus menghentikan serangan roket terhadap Israel, meskipun Palestina adalah pihak yang diserang dan Muslim dibantai.
Tanggapan penguasa muslim, yang selama ini tidak peduli terhadap jatuhnya korban muslim pun tidak bicara banyak. Mesir yang memiliki batas dengan jalur Gaza telah melakukan pembicaraan dengan Menlu Israel Tzipi Livni mengenai gencatan senjata. Hasilnya, Hamas menolak gencatan senjata selama Gaza masih diblokade Israel. Hubungan Mesir dengan Gaza pun memburuk. Telah diketahui bahwa Mesir marah besar ketika Hamas menolak berbicara dengan Fatah bulan lalu yang sedianya dijadwalkan berlangsung di Mesir. Media Arab pun melaporkan bahwa Hosni Mubarak juga menuduh Hamas telah melakukan kesalahan besar ketika menolak adanya gencatan senjata. Harian Al Quds Al Arabi yang berpusat di London juga melaporkan bahwa Mesir tidak akan memprotes serangan Israel, yang bertujuan untuk menjatuhkan pemerintahan Hamas di Gaza. Di samping itu keberadaan Tzipi Livni di ibukota Mesir adalah suatu peristiwa yang tidak biasa karena umumnya Hosni Mubarak menemui pejabat Israel di kawasan wisata Sharm el-Sheikh.
Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, Azzam Tamimi, direktur Institut Pemikiran Politik Islam (Institute of Islamic Political Thought) dan pakar masalah Palestina, menggambarkan pengamatannya sebagai berikut, ” Saya duga operasi militer ini tidak hanya terbatas tapi juga berusaha untuk mengganti penguasa di Gaza, kalau tidak, kenapa Israel juga mentargetkan jajaran kepolisian? Yang menembakkan roket di Israel bukanlah para polisi dan polisi bertugas untuk menjaga keamanan di Gaza. Operasi ini ditujukan untuk menciptakan kekacauan dan kemungkinan besar Mesir dan Ramallah berkolusi dalam hal ini. Tidak mungkin berani Israel melancarkan serangan dalam skala sebesar ini tanpa adanya ijin dari kalangan tertentu, seperti Amerika, Eropa, dan juga Mesir dan Ramallah.”
Israel menggunakan muslim sebagai pion
Situasi politik domestik Israel jauh dari kestabilan selama setahun terakhir ini dan situasi tersebut adalah latar belakang serangan oportunis Israel terhadap Gaza. Sejak konflik Israel vs Lebanon pada tahun 2006, dimana Israel sendiri mengakui kekalahannya, Perdana Menteri Israel Ehud Olmert dan kabinetnya telah dipermalukan. Tidak hanya kekalahan Lebanon, pemerintahan pimpinan Olmert juga tercemar dengan berbagai skandal yang menyebabkan tekanan publik yang berakhir pada turunnya Olmert sebagai ketua partai Kadima. Penggantinya, Tzipi Livni sejauh ini gagal untuk menyatukan koalisi yang memimpin pemerintahan Israel dan terpaksa melaksanakan Pemilu yang dijadwalkan pada bulan Februari 2009. Livni juga tidak dalam posisi untuk memenangkan Pemilu dalam bersaing melawan Benjamin Netanyahu dari Partai Likud. Dalam janji politiknya, Netanyahu menyatakan akan menumbangkan pemerintahan Hamas.
Survei yang diambil pada detik-detik dimulainya penyerangan oleh Israel menunjukkan bahwa partai Kadima mulai lebih populer. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan waktu penyerangan diatur sehingga popularitas Kadima bisa terangkat pada Pemilu yang sebentar lagi akan digelar. Kesibukan AS dalam persiapan prosesi peralihan pemerintahan dari Presiden Bush ke Presiden terpilih Obama, juga memberikan Israel kesempatan emas ketika AS sendiri masih disibukkan oleh penggantian kekuasaan.
Kesimpulan
Sekali lagi Israel menunjukkan bahwa ia tidak menghargai kehidupan muslim ketika ia membantai muslim di Gaza setelah ia memblokadenya dan membuatnya kelaparan berbulan-bulan agar ia bisa memenangkan Pemilu. Di lain pihak, peristiwa tragis ini juga membongkar kedok para penguasa muslim yang ternyata tidak memiliki tulang punggung keberanian dalam membela jiwa dan kehormatan umat. Mereka lupa kata-kata Rasulullah saaw ketika berdiri di samping Ka’bah,” Darah seorang muslim lebih berharga ketimbang Ka’bah dan sekelilingnya.”
Selama bertahun-tahun, Saudi Arabia adalah konsumen peralatan militer terbesar di dunia namun itu semua tidak terpakai padahal muslim dianiaya tidak jauh darinya. Perlu diingat bahwa pamor kekuatan militer Israel musnah di tahun 2006 ketika Hezbollah secara efektif mampu mempercundangi Israel. Dalam laporan komisi penyelidik Israel disebutkan banyak kegagalan dan penyebab kekalahan dimana terlihat bahwa militer Israel tidak mampu menghadapi serangan gerilya dan tidak diciptakan untuk melakukan serangan darat. Hal ini terlihat dalam konflik 2006, dimana sekelompok paramiliter muslim dengan iman kepada ALLAH mampu menahan kekuatan militer yang didukung suatu pemerintah. Serbuan darat yang dilakukan Israel setelah 30 tahun ternyata gagal total, terbongkarlah kelemahannya, dan hancurlah pamornya.
Pasukan dari penjuru manapun di Dunia Islam mampu menghentikan pembantaian Palestina. Pasukan dunia Arab harus bertindak, bersatu, dan memenuhi tanggungjawab mereka di hadapan ALLAH dalam melindungi nyawa muslim di Palestina.
Ini bukan saatnya lagi untuk pertemuan, rapat, dan gencatan senjata. Israel sekali lagi telah menumpahkan darah Muslim dan ALLAH telah menentukan Jihad sebagai solusi terhadap tindakan pengecut seperti sekarang. Hanya dengan pembentukan Khilafah, pasukan muslim akan bebas berderap kembali dan berjihad di Palestina, dimana Kalimatullah akan kembali menjadi tinggi.
Semua anggota pasukan muslim harus mencerna firman ALLAH azza wa jall:
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidaklah sama antara mu’min yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, (QS An Nisa : 95)
(Adnan Khan; Sabtu 27 Desember 2008 Sumber : www.khilafah.com)
sumber:http://hizbut-tahrir.or.id/2008/12/30/dibalik-serangan-israel-terhadap-gaza/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih kunjungannya :)